Ketika
Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945,
Indonesia memiliki 8 provinsi, yaitu: Sumatra, Borneo (Kalimantan), Jawa
Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, Maluku, dan Sunda
Kecil. Pada masa pergerakan kemerdekaan (1945-1949), Indonesia mengalami
perubahan wilayah akibat kembalinya Belanda untuk menguasai Indonesia, dan
sejumlah "negara-negara boneka" dibentuk Belanda dalam wilayah negara
Indonesia
Hasil Konferensi
Meja Bundar di Den Haag tahun 1949, Belanda mengakui
Indonesia dalam bentuk serikat, dimana terdiri dari 15 negara bagian plus
1 Republik Indonesia. Beberapa bulan kemudian, sejumlah negara-negara bagian
menggabungkan diri ke negara bagian Republik Indonesia. Pada tanggal 17
Agustus 1950, Indonesia kembali menjadi negara kesatuan
Pada Tahun
1969-1975, Indonesia memiliki 26 provinsi, dimana 2 diantaranya berstatus Daerah
Istimewa (Aceh dan Yogyakarta), dan 1 berstatus Daerah Khusus Ibukota (Jakarta).
Tahun 1976, Timor
Timur menjadi bagian dari Indonesia dan sebagai provinsi ke-27.
Pada tahun 1999, Timor Timur memisahkan diri
dari Indonesia dan berada
di bawah PBB hingga merdeka penuh pada tahun 2002, dan Indonesia
kembali memiliki 26 provinsi. Sementara itu, pada era reformasi terdapat tuntutan pemekaran sejumlah
provinsi di Indonesia (sesudah kepemimpinan Soeharto).
Pemekaran
wilayah atau pembentukan daerah otonomi baru semakin marak sejak disahkannya UU
No 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang kemudian direvisi menjadi UU
No 32 Tahun 2004.
Otonomi
daerah dianggap sebagai opsi tepat untuk meningkatkan derajat keadilan sosial
serta distribusi kewenangan secara proposional antara pemerintah pusat,
pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten serta kota dalam hal penentuan
kebijakan publik, penguasaan aset ekonomi dan politik serta pengaturan sumber
daya lokal.
Otonomi
daerah juga merupakan sarana kebijakan yang dianggap tepat secara politik untuk
memelihara keutuhan “Negara Bangsa” dan meredam ketidakpuasan daerah-daerah.
Dengan otonomi daerah akan kembali diperkuat ikatan semangat kebangsaan,
persatuan dan kesatuan dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia.
Disisi lain
muncul berbagai permasalahan yang menyebabkan otonomi daerah segera
dilaksanakan agar tidak terjadi perpecahan pada negara Indonesia.
- Adanya eksploitasi kekayaan alam yang cenderung menguntungkan pemerintah pusat dibandingkan masyarakat lokal.
- Kebijakan pemerintah pusat yang cenderung ekspoitatif maupun system bagi hasil yang timpang.
- Kecenderungan kebijakan pemerintah pusat yang tidak menguntungkan daerah, maka muncullah dikotomi pusat dengan daerah.
Singkat Kata: Pemerintah Indonesia terhanyut dalam kekayaan
propinsi-propinsi yang berpotensi besar menyumbangkan “upetinya” ke
pemerintahan pusat. Selanjutnya, Timor Timur menjadi ‘anak adopsi’ yang tak
terurus. Mereka hanya diberikan ‘uang jajan’ selebihnya dibiarkan.
No comments:
Post a Comment