Monday, February 24, 2014

Apa yang terjadi dengan gue dan Sintingdikit

Woi, apa kabar!

Akhirnya gua ada waktu buat membuat sebuah artikel di blog bejad ini. Akhir-akhir ini gue lagi dipenuhi sama kegiatan-kegiatan sekolah dan non-sekolah (?) yang berdampak besar sama kuantitas jumlah artikel blog gue ini. Gue bahkan lupa apa jenis font yang biasa gua pake buat nulis artikel kaya gini.

Tapi tenang aja. Gue masih hidup, cuma sibuk doang #AKURAPOPO

Regards,
Aldy coy

Kenapa Otonomi Daerah perlu diberikan kepada daerah?

Ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia memiliki 8 provinsi, yaitu: Sumatra, Borneo (Kalimantan), Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, Maluku, dan Sunda Kecil. Pada masa pergerakan kemerdekaan (1945-1949), Indonesia mengalami perubahan wilayah akibat kembalinya Belanda untuk menguasai Indonesia, dan sejumlah "negara-negara boneka" dibentuk Belanda dalam wilayah negara Indonesia

Hasil Konferensi Meja Bundar di Den Haag tahun 1949, Belanda mengakui Indonesia dalam bentuk serikat, dimana terdiri dari 15 negara bagian plus 1 Republik Indonesia. Beberapa bulan kemudian, sejumlah negara-negara bagian menggabungkan diri ke negara bagian Republik Indonesia. Pada tanggal 17 Agustus 1950, Indonesia kembali menjadi negara kesatuan

Pada Tahun 1969-1975, Indonesia memiliki 26 provinsi, dimana 2 diantaranya berstatus Daerah Istimewa (Aceh dan Yogyakarta), dan 1 berstatus Daerah Khusus Ibukota (Jakarta).

Tahun 1976, Timor Timur menjadi bagian dari Indonesia dan sebagai provinsi ke-27.
Pada tahun 1999, Timor Timur memisahkan diri dari Indonesia dan berada di bawah PBB hingga merdeka penuh pada tahun 2002, dan Indonesia kembali memiliki 26 provinsi. Sementara itu, pada era reformasi terdapat tuntutan pemekaran sejumlah provinsi di Indonesia (sesudah kepemimpinan Soeharto).

Pemekaran wilayah atau pembentukan daerah otonomi baru semakin marak sejak disahkannya UU No 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang kemudian direvisi menjadi UU No 32 Tahun 2004. 

Otonomi daerah dianggap sebagai opsi tepat untuk meningkatkan derajat keadilan sosial serta distribusi kewenangan secara proposional antara pemerintah pusat, pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten serta kota dalam hal penentuan kebijakan publik, penguasaan aset ekonomi dan politik serta pengaturan sumber daya lokal.

Otonomi daerah juga merupakan sarana kebijakan yang dianggap tepat secara politik untuk memelihara keutuhan “Negara Bangsa” dan meredam ketidakpuasan daerah-daerah. Dengan otonomi daerah akan kembali diperkuat ikatan semangat kebangsaan, persatuan dan kesatuan dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia.

Disisi lain muncul berbagai permasalahan yang menyebabkan otonomi daerah segera dilaksanakan agar tidak terjadi perpecahan pada negara Indonesia.
  1. Adanya eksploitasi kekayaan alam yang cenderung menguntungkan pemerintah pusat dibandingkan masyarakat lokal.
  2. Kebijakan pemerintah pusat yang cenderung ekspoitatif maupun system bagi hasil yang timpang.
  3. Kecenderungan kebijakan pemerintah pusat yang tidak menguntungkan daerah, maka muncullah dikotomi pusat dengan daerah.


Singkat Kata: Pemerintah Indonesia terhanyut dalam kekayaan propinsi-propinsi yang berpotensi besar menyumbangkan “upetinya” ke pemerintahan pusat. Selanjutnya, Timor Timur menjadi ‘anak adopsi’ yang tak terurus. Mereka hanya diberikan ‘uang jajan’ selebihnya dibiarkan.