Friday, March 31, 2017

Anies Baswedan: Salah Tak Apa, yang Penting Sombong!

Bumi datar. Beberapa waktu ini kita dihebohkan dengan teori bahwa bumi itu sebenarnya datar, bukan bulat seperti yang sudah kita yakini selama berabad-abad silam. Meskipun teori ini nampak lucu dan tidak masuk akal, ternyata banyak juga orang yang percaya dan malah meyakini bahwa bumi itu datar (Jangan ditanya, saya saja bingung sampai sekarang)

Dalam program Mata Najwa, Babak Final Pilkada DKI, Ahok dipertemukan dengan Anies dalam satu panggung yang sama untuk terakhir kalinya. Najwa Shihab bertindak sebagai tuan rumah yang memandu jalannya acara diskusi dan debat, dengan pertanyaan-pertanyaan menarik.

Dari sekian banyak pertanyaan, ada satu hal yang paling menarik, yakni statement bahwa Anies ingin pecat Ahok. Awalnya Najwa bertanya pada Ahok dan Anies terkait persepsi publik. Ahok ceplas ceplos, meledak-ledak dan kerap memecat anak buahnya. Sementara Anies santun dan nampak tidak tegas, tidak berani memecat anak buah.

Ahok berhasil menjawab dengan sangat sempurna. Dia jelaskan bahwa sistem yang dibangun di Jakarta sudah berdasarkan indikator kinerja. Jadi pemecatan sebenarnya seperti seleksi alam. Kalau seorang pekerja tidak perform, maka secara otomatis akan tersingkir.

Sebab menurut Ahok, besaran gaji dan tunjangan PNS sangat bergantung dengan hasil kerjanya. Seberapa banyak seorang pejabat bekerja menghasilkan output atau produk kebijakan, sebesar itu pulalah gaji yang akan mereka dapatkan. Jika mereka berhasil menuntaskan seluruh pekerjaannya, maka gajinya otomatis nominal batas maksimum. Begitu sebaliknya.

Pemecatan sebenarnya muncul dari tim dan kelompok. Masing-masing orang berlomba-lomba mencapai target maksimal agar mendapat gaji besar. Jika melihat dalam timnya ada yang tidak beres, tidak giat bekerja, maka orang-orang dalam tim tersebut akan terganggu dan merasa kesulitan mencapai target kerja maksimal, dan ujungnya tidak bisa dapat banyak uang. Dari sinilah kemudian biasanya mereka meminta rekan kerjanya dipecat dan seterusnya.

“Kalau kamu kerja ga baik, ya mohon maaf,” kata Ahok.

Tapi ketika pertanyaan beralih ke Anies yang menurut persepsi publik tidak tegas dan tidak berani pecat anak buah, benar-benar terasa kesombongan luar biasa dari seorang Anies Baswedan. Luar biasa.



“Tidak mungkin berhentikan anak buah? Sekarang aja saya sedang berusaha memberhentikan Pak Basuki dari Gubernur. Wah apalagi anak buah!” kata Anies dengan tanpa rasa bersalah sedikitpun. Bahkan pernyataan serupa sempat diulangi dua kali, untuk meyakinkan publik bahwa dirinya sedang berusaha memecat Ahok.



Mendapat pernyataan provokatif seperti itu, Ahok sangat terlihat tenang menjawab. “Kalau soal mau pecat saya, bukan tergantung Pak Anies. Tapi Tergantung warga Jakarta. Kontrak saya sampai Oktober 2017. Dalam hal ini saya memang anak buahnya Pak Anies karena saya pelayan warga Jakarta, kebetulan Pak Anies warga Jakarta, ya saya anak buahnya. Tapi kalau mau memecat saya bukan sebagai calon gubernur, tapi sebagai warga DKI,” jawab Ahok sambil tertawa santai.



Luar biasa penampilan Ahok. Sepertinya berkat demo-demo lebaran kuda 411 dan 212, berhasil membuat Ahok lebih santai menanggapi provokasi. Sangat dewasa. Sedikitpun tak nampak ada raut wajah marah atau emosi. Bahasa dan intonasinya pun santai serta waras, tidak seperti Anies yang kerap mengucapkan dengan beberapa intonasi menyudutkan dan menyalah-nyalahkan. Ahok nampak sangat sederhana, sebatas ingin meluruskan dan menjelaskan bahwa cara berpikir Anies itu salah kaprah.

Salah? Ya Sudah, Sombong Dulu Yang Penting!

Keinginan Anies ingin memecat Ahok sebagai Gubernur ini seperti logika bumi datar. Tidak masuk akal. Ahok adalah Gubernur DKI Jakarta yang sah saat ini. Bukan yang Gubernur versi tandingan milik FPI dan sekarang mendukung Anies. Bukan! Kontrak Ahok adalah sampai Oktober 2017 dan itu jelas.

Sebagai Gubernur DKI, Ahok bisa dipecat oleh Menteri Dalam Negeri, jika ada kasus-kasus hukum seperti korupsi dan sebagainya. Atau Ahok bisa dicukupkan kepemimpinannya hanya sampai 2017, jika rakyat DKI tidak menginginkan dirinya sebagai Gubernur Jakarta.

Sementara Anies adalah calon Gubernur yang baru saja dipecat sebagai Menteri Pendidikan oleh Presiden Jokowi. Anies tidak bisa memecat Ahok, sebab sudah mantan menteri, bukan mantan Mendagri lagi. Jadi kalaupun Anies nantinya bisa menang melawan Ahok, yang memecat Ahok adalah rakyat DKI. Sementara Anies hanyalah orang yang melamar sebagai pengganti, bukan memecat.

Jadi kalau Anies ingin memecat Ahok, ini merupakan pola pikir salah ala kaum bumi datar. Salah fatal. Selain itu, sekaligus juga menunjukkan betapa sombong dan arogannya seorang Anies Baswedan. Seolah-olah dirinya lah yang bisa memberhentikan Ahok dari Gubernur DKI, kemudian mengesampingkan peran rakyat Jakarta yang memiliki hak pilih.

Saya jadi melihat Anies ini seperti cerita nyamuk yang sedang berlindung pada pohon kelapa karena badai. Kemudian si nyamuk bilang pada pohon kelapa “untung saya pegang kamu, jadi kamu ga roboh.” Padahal nyamuk itu berlindung dari badai dan bertahan hidup di balik pohon kelapa. Begitu juga dengan si Anies ini. Meski saat ini belum menangpun sudah menyombongkan dirinya, seolah-olah seorang Anies yang bisa memecat Ahok sebagai Gubernur, mengesampingkan peran warga. Padahal saat ini dirinya sedang mengemis suara dari warga DKI.

Dari acara debat malam ini kita akhirnya bisa belajar dari Anies dan nyamuk. Tidak masalah gagal paham atau bodoh, yang penting bisa sombong. Supaya terlihat keren dan paling kuat di bumi datar. Jadi ke depan, kalau ada orang yang bertanya kenapa Anies dipecat jadi menteri? Jawab saja, karena kita telpon Presiden dan minta Anies dipecat karena tidak becus dan tidak bisa bekerja. 

No comments:

Post a Comment