Thursday, November 29, 2012

Keterbatasan menjadi kebiasaan

"Hai Aldy! bagaimana keadaanmu"

Aku hanya tersenyum kecil ke hadapan dokter.

"Aku rasa kau sudah bisa kembali ke rumahmu, jantungmu sudah makin kuat. Harusnya kau baik-baik saja."

'Harusnya'. Seharusnya, aku sedang bersekolah dengan teman-teman. Seharusnya, Aku sudah naik kelas bulan lalu. Seharusnya, aku sedang bergandengan dengan Mia sekarang. Tapi kenyataannya? TIDAK.

Aku mencoba menahan diri. Lagipula sudah bosan aku disini. Paling-paling 2 bulan lagi aku akan kembali ke sini.

"Saya sudah mencatat obat yang dibutuhkan kamu selama di rumah, ini." Tangannya memberikan berupa sobekan kertas ke ayahku

"Banyak sekali...."

Aku ambil kertas itu dari tangan ayah dan melihatnya sendiri. Aku kaku. Reaksi tidak keluar dari wajahku sama sekali.

Catatan obat yang banyak ini seperti mengancam diriku. Mereka seperti berbaris dalam kertas tersebut untuk menyerbu isi hatiku. Mati saja.

Ini gila.

Efek samping, efek yang diharapkan, dosis, dan kandungan tertulis baris perbaris. Aku mencoba membacanya, tiap kata membuatku ingin loncat dari jendela. Aku tidak mengerti tulisan ini sama sekali. Menurutku ini hanya akan membunuhku lebih cepat. Mungkin itu yang diharapkan dokter. 

Semua ini... untuk seluruh hidupku?

"Maaf, tapi hanya ini yang bisa kita lakukan. Tapi penyakit ini sedang dikembangkan obatnya! Saya tidak akan terkejut dalam beberapa tahun list obat sebanyak ini akan hilang."

Itu cara dokter menenangkan pasiennya? Menyedihkan, lebih baik dia tidak perlu bicara.

"Oh ya..." 

Mati kau. Jangan berbicara lagi.

"Aku dan ayahmu membicarakan soal lebih baik kau tidak kembali ke sekolah lamamu."

"APA? KALIAN BUNUH SAJA AKU! KALIAN SINTING YA?"

Astaga, kata-kata itu terucap tampa aku berpikir lagi. 

"Tenang dulu! Aku dan dokter telah menemukan solusi lain!"

Tenang, ya. Tentu, aku harus tenang dan berpikir bagaimana caranya aku mengakhiri hidupku dan kelihatan seperti kecelakaan. 

Mereka selalu mengabaikan perasaanku.

"Kita mengerti ; Pendidikanmu itu sangat penting. Tapi kau masih butuh pengawasan ketat dari rumah sakit. Sayangnya, sekolah lamamu tidak ingin kehebohan karena kamu, dy. Maka ayahmu dan aku sudah membicarakan soal pindah sekolah."

"GA, YAH, GA. KALIAN SUDAH CUKUP SUSAH AKIBAT ANAKMU YANG TIDAK ADA GUNANYA INI. CUKUP SAJA, SUNTIK MATI SAJA!!"

Aku memberontak habis-habisan hari itu.... Tapi mereka tidak pernah peduli terhadap perasaanku, mereka hanya peduli terhadap panjang umurku. Mereka tidak sadar... Mereka membunuhku pelan-pelan, dan rasanya sakit sekali.

Seingatku, setelah aku secara emosional memberontak... Aku dibius. Mungkin mereka takut penyakitku kumat... Kapan mereka sadar mereka hanya membunuhku?




BOMSHAKALAKA

Regards
Aldy

No comments:

Post a Comment